28 January 2019

Catatan Jumadal Ula 1440H - Islam Non Politik (sesi ke-4 poin ke-1)

BismilLah.


Assalamu'alaykum.
-- Lanjutan catatan sesi ke-4, lihat catatan sebelumnya --

1). Mengambil sikap bahwa Islam Non Politik, dalam artian bukan buta politik tetapi tidak mengambil peran dalam politik praktis. Hal tersebut sebagaimana pengunduran diri beliau (Wali Al-Fattaah) dari Masyumi dan pernyataan tegas yang beliau sampaikan dalam berbagai pidato.

Berikut adalah penjelasannya :

1.7). Tidak ada satu pun kata "Siyasah" (yang diartikan sebagai "Politik") dalam KitabulLoh, yakni Al-Quran. Bilamana kata "Siyasah" (dan semua perubahan bentuk kata tersebut) memiliki kedudukan penting dalam syari'at Islam, tentu akan Alloh Ta'ala sebutkan. Dan kita haqqul yaqin bahwa Alloh Ta'ala tidaklah lupa akan sesuatu, apalagi hal yang penting.

Ketiadaan kata "Siyasah" tersebut semestinya menjadi tantangan besar bagi ummat Islam untuk berpikir jernih, menggali dari sumber informasi paling dipercaya, yakni Al-Quran. Menjadi kenyataan yang sangat terang benderang, sebagaimana matahari di siang yang terik, bahwa kata yang dianggap penting dalam tatanan kehidupan manusia masa kini, ternyata tidak muncul dalam Kitab Suci yang mereka yakini kebenarannya hingga Hari Akhir. Dengan kata lain "Siyasah" adalah istilah asing, bukan berasal dari Al-Quran.

1.7.1). Lalu adakah kata lain yang bermakna kekuasaan (mirip dengan Politik) dalam Al-Quran? Ada 2 kata yang bermakna kekuasaan, yakni (1)."Mulk" dan (2)."Khilafah".

Mari kita perhatikan dengan baik-baik bahwa :

1.7.1.1). Mulk artinya kerajaan, dan secara maknawi adalah kekuasaan yang diperebutkan, apapun nama pemimpinnya (raja, sultan, kaisar, tsar, presiden, perdana menteri, dlsb) dan apapun nama lembaganya (kerajaan, kesultanan, kekaisaran, kenegaraan, dlsb).

1.7.1.2). Mulk menjadi hak Alloh Tabaroka wa Ta'ala untuk menetapkan siapa yang akan menjadi raja, hal ini berlaku untuk muslim maupun kafir, melalui pertumpahan darah atau damai, dengan motif dunia semata ataupun bersamaan dengan motif akhirot (bila raja tersebut adalah muslim). Hal ini sebagaimana yang Alloh Ta'ala firmankan dalam QS.Ali 'Imron 26 di bawah ini :

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖبِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.

1.7.1.3). Khilafah artinya kepemimpinan, dan secara maknawi adalah kekuasaan yang diberikan oleh Alloh Ta'ala dengan beberapa persyaratan. Hanya ada satu istilah yakni : Khilafah (sebagai lembaga) dan Kholifah (sebagai pemimpin). Walaupun sesuai Sunnah RosululLoh shollalLohu 'alayhi wa sallam ada tambahan istilah setara, yakni : Imaamul Muslimin. Dan sesuai Sunnah Khulafaur Rosyidin Al-Mahdiyyin ada tambahan istilah setara, yakni : Amirul Mukminin.

1.7.1.4). Khilafah menjadi hak Alloh Tabaroka wa Ta'ala untuk memberikannya hanya kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholih, sedangkan mereka ridho diatur berdasarkan syari'at Islam (non politik), dengan tidak mempersekutukan Alloh Subhanahu wa Ta'ala dengan tuhan yang lain. Hal ini sebagaimana Alloh firmankan dalam QS.An-Nuur 55 di bawah ini :

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Alloh telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhoi. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.

Dari poin-poin diatas maka para Ulama sepakat menetapkan bahwa Kholifah awal itu 4 orang (Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali rodhiyalLohu'anhum), tanpa ada yang menyelisihinya. Dan ditetapkan oleh sebagian Ulama mutaakhirin adanya 2 orang Kholifah setelah itu (Hasan bin 'Ali dan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz rodhiyalLohu 'anhuma). Sedangkan masa-masa setelah 6 orang tersebut, Ulama tidak lagi sepakat akan adanya Kholifah, kecuali sebagai gelar atau sebutan saja. WalLohu a'lam.

1.7.2). Lalu bagaimana pernyataan hadits, sebagai sumber dipercaya nomor 2, setelah Al-Quran, tentang "Siyasah"? Nah kata tersebut ternyata ada pada 2 hadits shohih berikut :

1.7.2.1). Lafazh hadits pertama sbb :
"Dahulu Bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi, setiap kali satu Nabi meninggal maka digantikan oleh Nabi yang lain (sesudahnya). Dan sungguh tak ada Nabi lagi setelahku, namun yang ada adalah para kholifah, yang banyak jumlahnya". Para sahabat bertanya, "Apa yang anda perintahkan untuk kami?" Beliau menjawab: "Tepatilah baiat pada (Kholifah) yang pertama (dibay'at), kemudian (Kholifah) yang pertama (menggantikan). Dan penuhilah hak mereka, karena Alloh akan meminta pertanggung jawaban mereka, tentang kepemimpinan mereka".
[HR. Bukhoriy 3196, Muslim No.3429, Ahmad 7619, Ibnu Majah 2871]

Terjemah hadits untuk kata "tasusuhum" (perubahan bentuk dari kata "Siyasah") adalah "selalu dipimpin", yang bergandeng dengan kata "para Nabi". Maka kata ini tidak pernah bisa dimaknai sebagai "pergantian pemimpin politik", karena para Nabi tidak pernah bersaing untuk mendapatkan amanah sebagai utusan Alloh Subhanahu wa Ta'ala, guna menyeru dan memimpin ummat manusia menuju penghambaan diri hanya kepada-Nya semata.

1.7.2.2). Lafazh hadits (tepatnya atsar) kedua sbb:
"Aku (Asma' binti Abu Bakr rodhiyalLohu 'anhuma) selalu membantu Zubayr, suaminya. Dia memiliki seekor kuda dan akulah yang memeliharanya. Dan tidak ada sesuatu dari bantuan yang lebih berat ku berikan daripada memelihara kuda. Aku penuhi kebutuhannya, melayani dengan baik dan mengambil biji-bijian untuknya". Ibnu Mulaykah (rowi) mengatakan, "Kemudian Asma' mendapatkan seorang pembantu dari RosululLoh shollalLohu 'alayhi wa sallam". Asma' berkata, "Maka cukup bagiku memelihara kuda, maka aku limpahkan pekerjaan itu kepadanya (pembantu)."
[HR.Ahmad 25733, Bukhoriy 4823, Muslim 4051]

Terjemah hadits untuk kata "siyasah" adalah "memelihara", yang bergandeng dengan kata "kuda". Kata ini pun sulit dimaknai sebagai "memelihara kekuasaan politik", karena sangat dikenal oleh manusia bahwa kata memelihara itu bermakna : bertindak baik kepada sesuatu yang dipelihara, dan bukan sebaliknya, bertindak buruk kepada yang dipelihara. Sedangkan manusia dalam upayanya memelihara kekuasaan cenderung memaksa pengakuan orang lain atas dirinya dan menyingkirkan semua lawan politiknya (sikap dan tindakan buruk). WalLohu a'lam.

1.7.3). Penutup.
a). Bahwasanya Al-Quran hanya menyebut 2 model kekuasaan, yakni Mulkan dan Khilafah, dan Alloh Ta'ala tidak menyebutkan istilah selain itu. Secara ringkas manusia akan berkuasa atas manusia lainnya berdasar salah satu dari makna kedua istilah tersebut. Khilafah adalah bentuk kekuasaan yang terbaik, karena non politik. Ketaatan sempurna para shohabat kepada RosululLoh menjadi teladan atas Khilafah akhir zaman.
b). Bahwasanya As-Sunnah mengisyaratkan dengan jelas akan hadirnya para Kholifah sebagai pengganti para Nabi (sedangkan para Nabi bukanlah politikus), yang diangkat dengan cara bay'at (bukan cara selainnya). Kholifah yang haq mengikuti jejak Nabi, yang bersifat non politik. Para makmum berusaha melaksanakan semua arahan Kholifah selama dalam haq (sesuai Al-Quran dan As-Sunnah), sebagaimana para shohabat dahulu mentaati RosululLoh. WalLohu a'lam.

# Semoga bermanfaat dan mohon maaf atas segala kekurangan

No comments:

Post a Comment

Sila tinggalkan komentar/pesan dg kalimat santun, sederhana dan jelas.